Manchester United

Manchester United Bersembunyi di Balik Sejarah

Manchester United Bersembunyi di Balik Sejarah.

Liverpool baru saja menjuarai Liga Champions 2017/18, yang juga yakni gelar Liga Champions nomor enam yang mereka raih. Pekan (2/6) dini hari WIB, The Reds mengalahkan Tottenham Hotspur di partai pamungkas dengan skor meyakinkan 2-0.

Sebelumnya, Liverpool berjuang ketat di Premier League. Mereka mengoleksi 97 skor di musim 2018/19 ini, sayangnya masih keok dari Manchester City yang jadi juara dengan 98 skor.

Man City demikian itu tangguh di Inggris. Pasukan Pep Guardiola itu melanjutkan dominasi musim lalu. Di musim 2018/19 ini, Man City meraih treble domestik: Premier League, Carabao Cup, dan FA Cup.

Di daerah lain, Chelsea berjumpa Arsenal di Final Liga Europa 2018/19, Kamis (30/5) dini hari WIB kemarin. Dua regu itu sama-sama menjalani perubahan dengan pelatih baru. Kali ini, Chelsea yang keluar sebagai juara.

Lima regu kuat Inggris menjalani musim yang layak disebutkan. Man City dengan treble domestiknya, Liverpool dengan trofi Liga Champions dan runner-up Premier League, Chelsea dengan Liga Europa, lalu Arsenal dan Tottenham yang jadi runner-up Eropa.

Bagaimana dengan Manchester United? Klub yang dikenal sebagai klub terbesar di dunia itu tampaknya sedikit terasingkan dari The Big Six musim ini. MU hanya dapat finis di peringkat keenam Premier League. Sudah, hanya itu.

Tak ada cerita dari MU musim ini kecuali kegagalan. Ketika Liverpool dan Man City kian kuat, MU justru berjalan mundur. Benarkah klub terbesar di dunia?

MU sekali lagi wajib ‘memulai dari awal’, kali ini bersama Ole Gunnar Solskjaer. Entah telah berapa kali mereka memulai dari awal, larut dalam repetisi.

Nahasnya, MU (dan fans mereka) seakan-akan memungkiri fakta itu. Mereka tak memperhatikan perkembangan regu lain, justru menengok ke belakang pada sejarah gemilang klub.

Mengumpet di Balik Sejarah

Ketika Manchester City mempertahankan gelar Premier League musim ini, MU menolak panik. Setan Merah tetap bangga dengan jawaban membosankan: “Kami regu tersukses di Inggris dengan 20 trofi liga!”

Tak hanya itu, MU senantiasa membandingkan kesuksesan regu lain dengan sejarah mereka. Ketika Man City berpeluang meriah treble Eropa musim ini – sebelum diusir Tottenham dari Liga Champions – entah dari mana tiba-tiba muncul cerita treble luar biasa MU pada 1999.

“Pencapaian kami dikala itu (1999) sungguh-sungguh spesial. Aku tak akan berdusta dan mengatakan kami bermain fantastis dan layak juara. Ketika anda memperhatikan lagi bagaimana sistem kami menjuarai tiga kompetisi itu [Liga Champions, Premier League, dan FA Cup], kami tampil sungguh-sungguh baik, berprofesi sungguh-sungguh keras, kami tahu persis apa yang perlu kami lakukan,” ujar eks kiper MU, Peter Schmeichel kepada tribalfootball.

MU seakan-akan menolak mengakui tenaga Man City yang berpeluang meriah treble – padahal gagal – dengan sistem mengumpet di balik sejarah mereka. MU masih menolak mengakui bahwa regu lain terus berkembang, dan regu mereka terus merosot.

Manchester United Menyoraki Kegagalan Liverpool

Tanggapan serupa juga kelihatan dikala Liverpool gagal menjuarai Premier League musim ini. MU seakan-akan jadi pihak yang paling gembira atas kegagalan Liverpool, padahal mereka sendiri hanya dapat mengamankan posisi keenam.

MU wajib tak hanya memperhatikan kegagalan Liverpool. James Milner dkk. gagal jadi juara dengan 97 skor, MU hanya di peringkat keenam dengan 66 skor. Mereka tertinggal 31 skor!

Sekarang, Liverpool sukses menjuarai Liga Champions. Trofi itu yakni langkah pertama dan bukti perkembangan Liverpool dalam sebagian tahun ke depan. Bagaimana dengan MU? Ketika menelan kekalahan memalukan, MU senantiasa memberikan jawaban khas: “ini bukan identitas kami”. Kembali mengumpet di balik sejarah.

Ketika Manchester City dan Liverpool terus mengoptimalkan tenaga untuk jadi salah satu regu terkuat di Eropa, MU masih dengan dalih sejarah, dahulu dan dahulu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *